Jumat, 09 Desember 2011

Kisah Negeri Tikus


Suatu hari, di pagi hari yang begitu indah dimana burung-burung sedang asik besahutan dan bumi mengeluarkan aroma tanah yang menyegarkan, ada seorang anak berumur sekitar 11-13tahun mengajukan beberapa pertanyaan pada ayahnya “yah,mengapa negeri kita di sebut negeri tikus?”
Ayahnya menjawab “karena konon kabarnya penghuni negeri kita zaman dahulu adalah kerajaan tikus, nak..”
Sang anak tidak cukup puas atas jawaban ayahnya, maka ia pun kembali mengajukan pertanyaan “tapi apa mungkin di tanah yang begitu subur dimana banyak terdapat hutan tropis seperti negeri kita, dahulu di kuasai oleh kerajaan tikus? Bukankah tikus tikus hidup di ladang, sawah, kebun, atau got?”
Ayahnya mulai mengamati anaknya dan mencoba seserius mungkin menjawab pertanyaan anaknya “ayah tidak tahu dengan jelas nak, karena cerita itu hanya sebuah mitos, Tapi mungkin saja tikus-tikus yang sekarang hidupnya berbeda dengan tikus-tikus zaman dahulu…”
Sang anak akhirnya pergi dengan perasaan kurang puas, ia penasaran akan mitos tentang negeri tikus yang menurut cerita sekarang adalah negerinya.
Keesokan harinya ketika akan berangkat sekolah, seperti biasa sang anak meminta uang jajannya untuk hari ini, dan ibunya pun memberi selembar uang sepuluh ribu rupiah dan lima belas ribu rupiah untuk ditabungkan.
“jangan lupa tabungkan ya nak…” sang ibu mengingatkan anaknya, meskipun dia percaya uang itu pasti di tabungkan.
“iya bu…” jawab sang anak sambil berlari keluar rumahnya.
Setibanya di sekolah anak itu belajar seperti hari-hari biasanya, namun kali ini pikirannya sedang tidak pada ruang kelas, melainkan melayang layang di antara beberapa pertanyaan tentang negeri tikus, hingga akhirnya bel tanda berakhirnya jam pelajaran pun berbunyi.
Anak itu pun pulang dengan pikiran yang masih melayang layang, dia berjalan dengan pandangan menanggah ke atas, terlihat sekali sedang memikirkan sesuatu. Tiba-tiba di tengah perjalanan ada seorang tukang pulung yang memperhatikan anak itu, dan nampaknya tukang pulung itu tahu bahwa sang anak sedang memikirkan sesuatu, akhirnya sang pemulung pun menghampiri sang anak dan bertanya “hey, nak! Berjalanlah hati-hati, pandanganmu harus lurus kedepan saat berjalan, tetapi pandanganmu tadi justru tertuju keatas. Apa sesungguhnya kamu pikirkan?”
Sang anak kaget karena tiba-tiba ada pemulung didepannya, dan pemulung itu bertanya tentang apa yang ia pikirkan.
Akhirnya sang anak angkat bicara “oh,maaf pak…saya memang sedang memikirkan sesuatu, saya sedang memikirkan tentang mitos negeri tikus yang saat ini konon wilayahnya adalah wilayah Negara kita.”
Seperti yang sudah tahu apa yang akan anak itu tanyakan, sang pemulung mengajak anak itu untuk duduk-duduk dulu mendengarkan ceritanya sambil jarinya menunjuk suatu tempat dibawah pohon beringin yang rindang di taman kota “ayo kita duduk dulu sebentar untuk mendengarkan ceritaku, itu pun kalau kamu tak keberatan dan tidak menganggapku penjahat.”
Sang anak berpikir sejenak lalu menjawab “mmmhh…okey”
Lalu kedua insan itu pun berjalan menghampiri pohon beringin yang tadi di tunjuk oleh si pemulung, dan merekapun mulai duduk, sang anak siap untuk mendengarkan cerita pemulung itu.
“Kau benar-benar ingin tahu tentang negeri tikus?” Tanya sang pemulung
“ya,saya ingin tahu sekali!”jawab sang anak
“baiklah,mitos tentang negeri kita yang dulunya merupakan negeri tikus memang benar adanya. Dahulu wilayah Negara kita memang merupakan kekuasaan tikus, namun tikus disini bukan tikus seperti yang kamu ketahui sekarang, tikus zaman dulu tak berbeda dengan manusia, memiliki bentuk tubuh seperti manusia, muka seperti manusia, dan sebagian sifat mereka pun seperti manusia. Tapi ada yang membedakan antara mereka dan manusia, mereka adalah kaum sangat gemar untuk mengambil sesuatu yang bukan hak mereka, sebagaimana tikus zaman sekarang, mereka adalah kaum yang sangat hina, bahkan anak anak keturunan mereka pun sudah di ajarkan untuk mengambil sesuatu yang bukan hak mereka, mereka adalah pembohong ulung, mereka adalah manusia pengerat, mereka adalah mahluk yang sangat licik. Sehingga pada masa itu mereka menjadi penguasa wilayah ini, dan mereka berkuasa cukup lama, dan manusia-manusia biasa yang benar-benar berhati manusia merupakan budak mereka, hingga akhirnya kerajaan mereka runtuh oleh kudeta pasukan budak yang merupakan manusia biasa dan telah bosan menjadi budak para manusia tikus, maka kerajaan tikus pun hancur dan seluruh budak menjadi bebas. Namun raja manusia tikus meninggalkan pesan bahwa suatu saat anak cucu mereka akan kembali menguasai negeri yang kaya ini. Begitulah ceritanya nak.”
Sang anak terkesima untuk sesaat, kemudian tersadar kembali dan bertanya “jadi, masihkan ada anak cucu kerajaan manusia tikus di negeri ini?”
“tentu saja ada, bahkan mereka sedang memulai strategi mereka untuk kembali menguasai negeri ini” jelas sang pemulung.
“basmi saja mereka seperti dulu, pemerintah pasti bisa melakukannya!” Tanya sang anak
“tidak, mereka tidak bisa…tidakkah kau lihat bagaimana kondisi negeri ini? Cacut marut oleh perilaku bangsanya sendiri, para petinggi Negara yang korupsi, disuap, main wanita, berdusta, mengobral janji, dan lain sebagainya. Mereka merupakan anak cucu kerajaan manusia tikus!”
“jadi, semua orang di negeri ini adalah anak cucu manusia tikus?” anak itu kembali bertanya
“tidak, tidak semua…negeri ini masih menyimpan anak cucu pasukan manusia yang berkudeta” jelas sang pemulung
“lalu, bapak masuk yang mana?” anak itu kembali bertanya
“saya adalah keturunan budak masa lalu, para manusia biasa yang lebih baik sengsara daripada hidup bergelimang harta yang bukan haknya!”
“bagaimana dengan saya?tentu saja saya akan termasuk keturunan para pasukan kudeta masa lalu kan?pantas saja akhir-akhir ini saya selalu memikirkan tentang mitos ini!!!hahahahaha…” cerocos anak itu
Dengan tenang sang pemulung menjawab “kamu adalah salah satu keturunan dari manusia tikus itu, itu terlihat dari tawamu tadi, tawa seorang tikus pengerat! terlebih lagi itu terlihat dari perilakumu, tidakah kamu sadar bahwa uang pemberian ibumu yang seharusnya kamu tabungkan justru kamu pakai untuk jajanmu?!tikus…”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar